Monday, 28 December 2015

Situasi Malaria Sumsel 2014


 SITUASI TERKINI PERKEMBANGAN 
PROGRAM PENGENDALIAN MALARIA
DI PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN  2014

I.        PENDAHULUAN

Penyakit Malaria saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, termasuk di Provinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan data yang didapat, sekitar 80%  Kabupaten/Kota telah melaporkan adanya kasus malaria.  Berdasarkan KEPMENKES RI Nomor 293/MENKES/SK/IV/2009 tentang Eliminasi Malaria dan percepatan pencapaian MDGs, maka berbagai upaya telah dilakukan Dinas Kesehatan Prov.Sumsel untuk pemberantasan malaria, mulai dari penemuan kasus, pemeriksaan laboratorium, pengobatan dan pengendalian vektor.
Indikator pencapaian program pemberantasan malaria yang ditetapkan Kementerian Kesehatan RI  adalah nilai API (Annual Paracite Incidence) yaitu jumlah kasus positif malaria dengan konfirmasi laboratorium per 1000 penduduk.




1 Dot = 10  Kasus Positif
Berdasarkan peta di atas dapat diketahui, Kab/Kota yang mempunyai API>1-5 per 1000 penduduk (berwarna kuning) adalah Kab.Lahat, Kab.OKU dan Kota Lubuk Linggau.
Wilayah tersebut merupakan wilayah endemis malaria, dimana sebagian besar penduduk mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian/perkebunan dan pertambangan sehingga kemungkinan kontak terhadap vektor lebih besar.

Grafik.1

Jumlah kasus klinis malaria Prov. Sumsel tahun 2014 sebanyak 42.062 kasus dengan AMI 5,3 per 1000 penduduk. Dari kasus klinis tersebut yang dikonfirmasi laboratorium sebanyak 27.616 kasus dan jumlah  positif  menderita malaria sebanyak 2.842 kasus dengan nilai API sebesar 0,36 per 1000 penduduk,  nilai  ini termasuk dalam kategori kasus malaria rendah (low case incidence).
Kasus positif malaria yang tertinggi terdapat di Kabupaten Lahat dengan API 2,94 per 1000 penduduk, kemudian Kota Lubuk Linggau dengan API 1,96 per 1000 penduduk dan Kabupaten OKU dengan nilai API 1,50 per 1000 penduduk  .
Hingga saat ini terdapat 6 Kabupaten/ Kota yang endemis malaria sedangkan  Kabupaten/ Kota lainnya digolongkan pada daerah sedang dan rendah. Penanganan kasus yang diberikan pada umumnya melalui pengobatan Radikal dengan konfirmasi laboratorium dan bagi kasus klinis tanpa konfirmasi diberikan pengobatan klinis malaria di Puskesmas atau Rumah Sakit.

III.    SITUASI TERKINI PROGRAM PENGENDALIAN MALARIA
Program pemberantasan penyakit malaria dilakukan dengan menggunakan dana bersumber APBD, APBN dan bantuan Global Fund (GF). Adapun situasi terkini program dan kegiatan pemberantasan malaria tahun 2014 adalah sebagai berikut :
1.      Penemuan dan Tatalaksana Malaria
a.    Persentase Pemeriksaan Sediaan Darah (Konfirmasi Laboratorium)
Adalah persentase suspek malaria yang dilakukan konfirmasi laboratorium baik menggunakan mikroskop maupun Rapid Diagnostic Test (RDT) dari semua suspek yang ditemukan. Target yang diharapkan adalah di atas 90 %. Dari tahun 2010-2014 pemeriksaan sediaan darah terus meningkat.








Pada tahun 2014, sebanyak 66 % dari seluruh  penderita malaria klinis malaria yang diperiksa secara mikroskopis, jumlah ini kurang dari target yang diharapkan. Penyebabnya antara lain : kurangnya tenaga analis laboratorium di Puskesmas, ketidaklengkapan peralatan laboratorium dan kurangnya kemampuan tenaga analis dalam memeriksa mikroskopis malaria.

TABEL 2. DATA PEMERIKSAAN MALARIA
KAB/KOTA PROV.SUMSEL TAHUN 2014








Jika dilihat per Kab/Kota, Kab/Kota yang persentase konfirmasi mikroskopisnya yang telah mencapai target di atas 90% pada tahun 2014, yaitu OKU, MUBA, M.Enim, Ogan Ilir, PALI, Prabumulih, sedangkan Kab/Kota yang lain masih di bawah 90%.

b.  Persentase Penderita Malaria Positif yang Diobati dengan ACT
Adalah proporsi penderita positif yang diobati dengan ACT dibandingkan dengan jumlah penderita positif. Angka ini digunakan untuk melihat kualitas pengobatan kasus malaria apakah sesuai dengan standar nasional atau tidak.
Target penggunaan ACT ini  adalah 80%. ACT merupakan obat yang efektif untuk membunuh parasit malaria, sementara obat malaria lama yang masih beredar yaitu klorokuin telah resisten. Penggunaan ACT yang harus berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium merupakan salah satu upaya mencegah terjadinya resistensi. Persentase penderita malaria positif yang diobati ACT pada tahun 2014 adalah sebesar 84 %, angka ini meningkat dibanding tahun 2013 yang hanya sebesar 75 %.
Dari Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa Kabupaten/ Kota yang belum mencapai target pemakaian ACT di atas 80% adalah Kab/Kota sebagai berikut : OKI, Lubuk Linggau, OKU Timur, Banyuasin, Empat Lawang, PALI dan Muratara.

c.  Annual Paracite Incidence (API)
API adalah jumlah kasus positif malaria per 1000 penduduk pada satu tahun. API ini digunakan untuk menentukan trend morbiditas malaria dan menentukan endemisitas suatu daerah (masih terjadi penularan malaria). API juga merupakan salah satu syarat suatu daerah masuk dalam fase eliminasi malaria yaitu API < 1 per 1000 penduduk.

Pada tahun 2014, nilai API menurun menjadi 0,36 per 1000 penduduk. Namun hal ini belum bisa memastikan sepenuhnya endemisitas rendah, dikarenakan masih terdapat diagnosa klinis tanpa pemeriksaan mikroskopis malaria. Diharapkan pada tahun 2014, penemuan kasus malaria positif dapat dilakukan dengan maksimal sehingga didapatkan data yang lebih valid.

Grafik 4


Berdasarkan grafik di atas didapatkan bahwa, Kab/Kota yang memiliki nilai API tertinggi pada tahun 2014 yaitu Kab. Lahat dengan API 2,94 per 1000 penduduk, lalu Kab.OKU mengalami penurunan API dari 2,68 pada tahun 2013 menjadi 1,50 per 1000 penduduk pada tahun 2014 dan Kota Lubuk Linggau dengan API 1,96 meningkat dibandingkan tahun 2013 sebesar 1,73 per 1000 penduduk.


d.  Kejadian Luar Biasa (KLB) Malaria
Pada tahun 2014, tidak terjadi KLB Malaria.


2.     Upaya Pencegahan Penularan Malaria
Distribusi dan penggunaan kelambu berinsektisida
Pemakaian kelambu berinsektisida merupakan salah satu strategi untuk mengurangi faktor resiko penularan malaria. Kelambu dibagikan kepada penduduk yang tinggal di daerah endemis tinggi malaria (API>5 per 1000), dengan target minimal 80% penduduk di daerah tersebut mendapatkan perlindungan kelambu berinsektisida. Setiap keluarga mendapatkan 2 buah kelambu. Sedangkan di daerah endemis sedang (API 1-5 per 1000) kelambu dibagikan hanya kepada kelompok resiko tinggi yaitu ibu hamil dan bayi. Pada tahun 2014 telah didistribusikan sekitar 51.259 buah kelambu berinsektisida bersumber APBN/GF Malaria.

3.       Kinerja Surveilans Malaria
a.     Pola maksimum minimum
Pola maksimum minimum digunakan untuk menentukan periode puncak penularan, puncak kasus dan penentuan waktu yang tepat untuk melakukan kegiatan pengendalian malaria.


            Kondisi di atas menggambarkan bahwa, kasus malaria pada tahun 2014 masih aman. Berdasarkan grafik, puncak kasus terjadi pada bulan Januari dan September, sehingga dapat diperkirakan puncak kepadatan nyamuk terjadi sekitar bulan Desember dan Agustus. Untuk efektifitas pengendalian jumlah kepadatan vektor maka kegiatan pengendalian vektor malaria dapat dilakukan pada bulan November dan Juli.

b.    Distribusi kasus malaria
           Kasus malaria dapat terjadi pada semua golongan umur dan jenis kelamin, terutama di daerah endemis. Pada tahun 2014, kasus tertinggi pada penduduk umur ≥15 tahun sebanyak 1.568 kasus. Hal ini dikarenakan usia tersebut merupakan usia produktif dengan mobilitas tinggi, sehingga potensi terjangkit malaria lebih besar.
           Penderita malaria usia 0-11bln dan 1-4 thn sebanyak 77 dan 405 kasus juga membutuhkan perhatian khusus, hal ini bisa mengindikasikan adanya penularan malaria setempat (kasus indigenous).

Grafik 6


4.       Ketersediaan Logistik Malaria
a.    RDT  (Rapid Diagnostic Test)
    Saat ini proporsi penggunaan RDT dalam diagnosis malaria positif adalah 16%, sedangkan             penggunaan mikroskop sebesar 84%. RDT digunakan untuk skrinning darah malaria, terutama       pada fasilitas kesehatan yang belum mempunyai tenaga/peralatan laboratorium dan di daerah       perifer yang jauh dari jangkauan fasilitas kesehatan. Distribusi RDT Malaria berupa dropping           langsung dari pusat ke Kab/Kota.

b.    Obat Anti Malaria (OAM)
    Obat Anti Malaria yang digunakan di Provinsi Sumatera Selatan yaitu kombinasi                           Dehydroartemisinin Piperaquine (DHP) dan Primaquine. OAM didapatkan dari pengadaan APBN       yang langsung didistribusikan ke Kab/Kota endemis malaria.

c.    Alat/ Bahan Pengendalian Vektor
    Alat/bahan yang digunakan untuk kegiatan pengendalian vektor malaria (nyamuk Anopheles)         yang didapatkan dari APBN/GF Malaria tahun 2014 berupa kelambu berinsektisida, Mist Blower,       GPS dan Mikroskop Stereo.
    Logistik malaria pada tahun 2014 lebih banyak dibantu Kementerian Kesehatan melalui 
    pengadaan APBN dan Global Fund Malaria  tahun 2014 yang berupa :

NO
NAMA BARANG
JUMLAH
A
DEKONSENTRASI APBN 2014
1
MIKROSKOP STEREO
6 UNIT
2
GPS
5 UNIT
3
MIST BLOWER
1 UNIT
4
OBAT ACT
3000 CURE
B
GLOBAL FUND
1
KELAMBU BERINSEKTISIDA
13.050 BUAH
2
RDT MALARIA
41.125 TEST


5.       RENCANA TINDAK LANJUT
       Sehubungan dengan kondisi tersebut, langkah strategis yang diambil dan akan dilaksanakan adalah :
a.    Akselerasi pengendalian malaria di daerah di daerah fokus (tambang, pertanian, kehutanan,           transmigrasi, dll), melalui ;
-       Penemuan secara aktif melalui pemeriksaan darah massal (mass blood survey) dan kegiatan         aktif lainnya.
-   Penemuan secara pasif dengan pemeriksaan dengan konfirmasi mikroskopis/RDT bagi penderita     klinis malaria di Fasyankes.
-       Intensifikasi pengobatan dengan ACT di semua fasilitas kesehatan
-       Kelambunisasi massal di desa endemis tinggi (API≥5) dengan target minimal 80% penduduk.
-       Distribusi kelambu berinsektisida untuk ibu hamil dan balita di desa endemis sedang (API 1-5).
-       IRS di desa dengan API yang sangat tinggi
b.    Penguatan surveilans dan pencegahan KLB di daerah potensial malaria serta peningkatan             kualitas laporan.
c.    Penguatan surveilans migrasi untuk daerah non endemis malaria/ telah mendapatkan sertifikat       eliminasi malaria.
d.    Pemberdayaan dan kemandirian masyarakat serta penguatan kemitraan.














No comments:

Post a Comment