SITUASI TERKINI
PERKEMBANGAN
PROGRAM PENGENDALIAN MALARIA
DI
PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2015
Penyakit Malaria saat ini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia, termasuk di Provinsi Sumatera Selatan.
Berdasarkan data yang didapat, sekitar 80%
Kabupaten/Kota telah melaporkan adanya kasus malaria.
Adapun yang menjadi dasar hukum pelaksanaan pengendalian
malaria di Indonesia diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 044/MENKES/SK/I/2007
Pedoman Pengobatan Malaria
2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 293/MENKES/SK/I Tahun 2009
Tentang Eliminasi Malaria
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2013 Tentang
Pedoman Tata Laksana Malaria
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2015
Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Belanja Daerah
5. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 443.41/465 Tahun
2010 Perihal Percepatan Eliminasi Malaria
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
293/MENKES/SK/I Tahun 2009 Tentang Eliminasi Malaria, bahwa target eliminasi
malaria di wilayah Sumatera yaitu tahun 2020. Untuk mencapai hal tersebut
maka berbagai upaya telah dilakukan untuk pengendalian
malaria, mulai dari penemuan kasus, pemeriksaan laboratorium, pengobatan dan
pengendalian vektor.
Adapun yang menjadi indikator
prioritas program pengendalian malaria adalah sebagai berikut :
a) RPJMN 2015-2019
-
Jumlah Kab/Kota yang
eliminasi malaria
b) Renstra Kemenks
-
Jumlah Kab/Kota dengan
API <1 per 1000 penduduk
c) Program Prioritas Janji Presiden
-
Per tahun : Jumlah Kab/Kota yang mencapai
eliminasi malaria
-
Per triwulan :% kasus malaria yang dikonfirmasi (90%)
% kasus malaria yang diobati sesuai standar
/ACT (90%)
Indikator pencapaian program pemberantasan
malaria yang ditetapkan Kementerian Kesehatan RI adalah nilai API (Annual Paracite Incidence)
yaitu jumlah kasus positif malaria dengan konfirmasi laboratorium per 1000
penduduk.
Berdasarkan peta di
atas dapat diketahui, pada tahun 2014 Kab/Kota yang mempunyai API>1-5 per 1000 penduduk (berwarna
kuning) adalah Kab.Lahat dan Kota Lubuk Linggau dan Kab.OKU. Namun pada tahun 2015, terjadi penurunan kasus di Kab.OKU, sehingga
Kab/Kota yang mempunyai API>1-5 yaitu Kab.Lahat dan Kota Lubuk Linggau. Wilayah tersebut merupakan wilayah endemis
malaria, dimana sebagian besar penduduk mempunyai mata pencaharian di bidang
pertanian/perkebunan dan pertambangan sehingga kemungkinan kontak terhadap
vektor lebih besar.
Jumlah kasus klinis
malaria tahun 2015 berdasarkan laporan Puskesmas di Kab/Kota yaitu sebanyak 36.201 kasus. Dari kasus klinis tersebut yang
dikonfirmasi laboratorium sebanyak 28.282 kasus dan jumlah positif
menderita malaria sebanyak 2.047 kasus dengan nilai API sebesar 0,26 per 1000 penduduk, nilai
ini termasuk dalam kategori kasus malaria rendah (low case incidence).
Program pemberantasan penyakit malaria dilakukan dengan
menggunakan dana bersumber APBD, APBN dan bantuan Global Fund (GF). Adapun
situasi terkini program dan kegiatan
pemberantasan malaria tahun 2015 adalah sebagai berikut :
1.
Penemuan dan Tatalaksana Malaria
a. Persentase
Pemeriksaan Sediaan Darah (Konfirmasi Laboratorium)
Adalah persentase suspek malaria yang dilakukan
konfirmasi laboratorium baik menggunakan mikroskop maupun Rapid Diagnostic Test (RDT) dari semua suspek yang ditemukan. Target yang
diharapkan adalah di atas 90%. Dari tahun 2010-2015 pemeriksaan sediaan darah terus meningkat.
Pada tahun 2015, dari
36.201 kasus klinis yang
dikonfirmasi laboratorium sebanyak 28.282 kasus atau sebanyak 78% kasus klinis di Puskesmas telah diperiksa
mikroskopis, meningkat dibandingkan tahun 2014 yang hanya sebesar 66%. Namun persentase tersebut kurang dari target yang
diharapkan, penyebabnya antara lain : kurangnya tenaga
analis laboratorium di Puskesmas, ketidaklengkapan peralatan laboratorium dan
kurangnya kemampuan tenaga analis dalam memeriksa mikroskopis malaria.
Jika dilihat per Kab/Kota, Kab/Kota yang persentase konfirmasi mikroskopisnya yang telah mencapai target di atas 90% pada tahun 2015, yaitu OKU,
MUBA, M.Enim dan
PALI, sedangkan Kab/Kota yang
lain masih di bawah 90%.
b. Persentase
Penderita Malaria Positif yang Diobati dengan ACT
Adalah proporsi penderita positif yang diobati dengan ACT
dibandingkan dengan jumlah penderita positif. Angka ini digunakan untuk melihat
kualitas pengobatan kasus malaria apakah sesuai dengan standar nasional atau
tidak.
Target penggunaan ACT ini
adalah 90%. ACT
merupakan obat yang efektif untuk membunuh parasit malaria, sementara obat
malaria lama yang masih beredar yaitu klorokuin telah resisten. Penggunaan ACT
yang harus berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium merupakan salah satu
upaya mencegah terjadinya resistensi. Persentase penderita malaria positif yang
diobati ACT pada tahun 2015 adalah sebesar 91%. Kabupaten/ Kota yang belum
mencapai target pemakaian ACT di
atas 90% adalah Kab/Kota
sebagai berikut : Lahat (63%) dan
Muratara (54%).
c. Kejadian Luar Biasa (KLB)
Malaria
Penyelidikan KLB Malaria dapat dilakukan di daerah
eliminasi malaria dan endemis malaria. Adapun kriteria KLB di daerah
bersertifikat eliminasi malaria yaitu setiap satu kasus positif malaria dengan konfirmasi
mikroskopis dan merupakan kasus setempat (indigenous) wajib dilakukan
Penyelidikan Epidemiologi (PE).
Sedangkan untuk daerah endemis, kriteria KLB dapat
dilihat dari Pola Maksimum Minimum 5 tahunan.
Pada tahun 2015, terdapat 2 Kab/Kota yang dilakukan PE
KLB Malaria di daerah eliminasi malaria yaitu Kab.Banyuasin (Muara Telang) dan
Kota Palembang (Sekip).
2.
Upaya
Pencegahan Penularan Malaria
Distribusi dan
penggunaan kelambu berinsektisida
Pada tahun 2015, tidak ada distribusi kelambu
berinsektisida.
3.
Kinerja
Surveilans Malaria
a.
Kelengkapan
dan ketepatan waktu laporan (minimal 80%)
Kelengkapan laporan Kabupaten/ Kota
dihitung pada Januari tahun berikutnya. Pada tahun 2015 kelengkapan laporan
sebesar 85%, dimana terdapat beberapa Kab/Kota yang
belum lengkap mengirimkan laporan.
Diharapkan walaupun daerah tersebut tidak ada kasus malaria, laporan harus
tetap dikirimkan untuk memperkuat surveilans penyakit malaria.
Ketepatan waktu pengiriman laporan
sebesar 35%, dimana seharusnya laporan dikirimkan paling
lambat tanggal 10
bulan berikutnya. Kab/Kota yang mengirimkan laporan tepat waktu adalah sebagai
berikut : Muara Enim, Lahat, OKUT, Lubuk
Linggau dan PALI.
b.
Pelaporan E-Sismal
E-Sismal adalah sistem pencatatan dan pelaporan surveilans malaria
berdasarkan elektronik. Sistem ini menggunakan MS Excel yang sudah diperkaya
dengan visual basic. Input data dilakukan di tingkat puskesmas atau rumah sakit
dan pada tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan pusat dilakukan rekapitulasi.
Sistem ini berisikan informasi mengenai malaria yang mencakup semua
kegiatan pengendalian malaria untuk memastikan bahwa data tersebut adalah
akurat, mutakhir, aman dan tersedia untuk pengguna/provider, pemerintah,
stakeholder dan masyarakat. Pada tahun 2015,
seluruh pengelola program malaria Dinkes Kab/Kota telah dilatih, termasuk
beberapa UPK (Puskesmas dan Rumah Sakit). Sedangkan UPK yang belum dilatih
menjadi tanggung jawab Dinkes Kab/Kota setempat untuk melatih e-sismal.
Diharapkan pada tahun 2016, seluruh UPK harus mengrimkan laporan malaria
berbasis e-sismal.
a.
Pola
maksimum minimum
Pola maksimum minimum digunakan untuk
menentukan periode puncak penularan, puncak kasus dan penentuan waktu yang
tepat untuk melakukan kegiatan pengendalian malaria.
Kondisi di atas
menggambarkan bahwa, kasus malaria pada tahun 2015 masih aman. Berdasarkan
grafik, puncak kasus terjadi pada bulan Januari dan April, sehingga dapat diperkirakan puncak kepadatan
nyamuk terjadi sekitar bulan Desember dan Maret. Untuk efektifitas pengendalian jumlah
kepadatan vektor maka kegiatan pengendalian vektor malaria dapat dilakukan pada
bulan November dan Februari.
a.
Distribusi
kasus malaria
Kasus malaria dapat terjadi pada semua
golongan umur dan jenis kelamin, terutama di daerah endemis. Pada tahun 2015,
kasus tertinggi pada penduduk umur ≥15 tahun sebanyak 1.314 kasus. Hal ini dikarenakan
usia tersebut merupakan usia produktif dengan mobilitas tinggi, sehingga
potensi terjangkit malaria lebih besar. Penderita malaria usia 0-11 bln
dan 1-4 thn sebanyak 55
dan 220 kasus juga membutuhkan perhatian khusus, hal ini bisa mengindikasikan
adanya penularan malaria setempat (kasus
indigenous).
2.
Ketersediaan
Logistik Malaria
a. RDT
(Rapid
Diagnostic Test)
Saat ini proporsi penggunaan RDT dalam diagnosis malaria
positif adalah 39%,
sedangkan penggunaan mikroskop sebesar 61%.
RDT digunakan untuk skrinning darah malaria, terutama pada fasilitas kesehatan
yang belum mempunyai tenaga/peralatan laboratorium dan di daerah perifer yang
jauh dari jangkauan fasilitas kesehatan. Distribusi RDT Malaria berupa dropping
dari Kemenkes dan
Dinkes Prov.Sumsel ke Kab/Kota.
b. Obat
Anti Malaria (OAM)
Obat Anti Malaria yang digunakan di Provinsi
Sumatera Selatan yaitu kombinasi Dehydroartemisinin
Piperaquine (DHP) dan Primaquine.
OAM didapatkan dari pengadaan APBN yang langsung didistribusikan ke Kab/Kota
endemis malaria.
KEGIATAN
PENGENDALIAN MALARIA
Pada tahun 2015, kegiatan pengendalian malaria lebih
banyak berupa kegiatan yang bersumber dana Global Fund untuk 17
Kab/Kota dengan kegiatan disesuaikan prioritas masalah. Kegiatan
pengendalian meliputi penemuan kasus, pemeriksaan slide darah, pengobatan dan
pengendalian vektor malaria.
NO
|
KEGIATAN/ INDIKATOR
|
1
|
Monitoring tata laksana malaria dengan ACT
|
2
|
Mass Blood Survei (MBS)
|
3
|
Pemeriksaan
Slide Darah Malaria
|
4
|
Screening
Ibu Hamil
|
5
|
Kasus
positif Malaria yang diobati dengan ACT
|
RENCANA
TINDAK LANJUT
Sehubungan dengan kondisi tersebut, langkah strategis
yang diambil dan akan dilaksanakan adalah :
a. Akselerasi
pengendalian malaria di daerah di daerah fokus (tambang, pertanian, kehutanan, transmigrasi,
dll), melalui ;
- Penemuan
secara aktif melalui pemeriksaan darah massal (mass blood survey) dan kegiatan aktif lainnya.
Penemuan secara pasif dengan pemeriksaan dengan
konfirmasi mikroskopis/RDT bagi penderita klinis malaria di Fasyankes.
- Intensifikasi
pengobatan dengan ACT di semua fasilitas kesehatan
- Kelambunisasi
massal di desa endemis tinggi (API≥5) dengan target minimal 80% penduduk.
- Distribusi
kelambu berinsektisida untuk ibu hamil dan balita di desa endemis sedang (API
1-5).
- IRS
di desa dengan API yang sangat tinggi
b. Penguatan
surveilans dan pencegahan KLB di daerah potensial malaria serta peningkatan
kualitas laporan melalui E-Sismal.
c. Penguatan
surveilans migrasi untuk daerah non endemis malaria/ telah mendapatkan
sertifikat eliminasi malaria.
Pemberdayaan dan kemandirian masyarakat serta
penguatan kemitraan
No comments:
Post a Comment