Thursday 7 November 2019

PROGRAM PENGENDALIAN MALARIA PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2018


a. Data Endemisitas Malaria Per Kabupaten

Penyakit Malaria saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, termasuk di Provinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan data yang didapat, sekitar 80%  Kabupaten/Kota telah melaporkan adanya kasus malaria. 
Adapun yang menjadi dasar hukum pelaksanaan pengendalian malaria di Indonesia diantaranya adalah sebagai berikut :
1.    Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 044/MENKES/SK/I/2007 Pedoman Pengobatan Malaria
2.    Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 293/MENKES/SK/I Tahun 2009 Tentang Eliminasi Malaria
3.    Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Pedoman Tata Laksana Malaria
4.    Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2015 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Belanja Daerah
5.    Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 443.41/465 Tahun 2010 Perihal Percepatan Eliminasi Malaria

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 293/MENKES/SK/I Tahun 2009 Tentang Eliminasi Malaria, bahwa target eliminasi malaria di wilayah Sumatera yaitu tahun 2020. Untuk mencapai hal tersebut maka berbagai upaya telah dilakukan untuk pengendalian malaria, mulai dari penemuan kasus, pemeriksaan laboratorium, pengobatan dan pengendalian vektor.
Adapun yang menjadi indikator prioritas program pengendalian malaria adalah sebagai berikut :
a)  RPJMN 2015-2019
-       Jumlah Kab/Kota yang eliminasi malaria
b)  Renstra Kemenks
-       Jumlah Kab/Kota dengan API <1 per 1000 penduduk
c)  Program Prioritas Janji Presiden
-       Per tahun        : Jumlah Kab/Kota yang mencapai eliminasi malaria
-       Per triwulan     :% kasus malaria yang dikonfirmasi (90%)
 % kasus malaria yang diobati sesuai standar /ACT (90%)
Indikator pencapaian program pemberantasan malaria yang ditetapkan Kementerian Kesehatan RI  adalah nilai API (Annual Paracite Incidence) yaitu jumlah kasus positif malaria dengan konfirmasi laboratorium per 1000 penduduk.
Dari 17 Kab/Kota yang ada di Sumatera Selatan, 8 Kab/Kota diantaranya telah mendapatkan sertifikat eliminasi malaria yaitu Kota Palembang, Kota Pagaralam, Kota Prabumulih, Kab.Banyuasin, Kab.OKI, Kab.OI, Kab.Empat Lawang dan Kab. PALI. Diharapkan dengan peningkatan kegiatan pengendalian, target eliminasi malaria tahun 2020 di Sumatera Selatan dapat tercapai.


Gambar. Peta Endemisitas Malaria Prov.Sumsel Tahun 2018


Berdasarkan laporan Puskesmas di Kab/Kota, Jumlah kasus malaria yang diperiksa secara mikroskopis tahun 2018 yaitu sebanyak 34.497 kasus. Dari pemeriksaan tersebut jumlah  positif  menderita malaria sebanyak 544 kasus dengan nilai API sebesar 0,16 per 1000 penduduk.




Sebanyak 1002 kasus positif malaria dan 96% diantaranya telah diobati sesuai standar. Kasus tertinggi di Kab. Lahat dengan 408 kasus, dimana 204 kasus dari Rumah Sakit. Kab. OKUS sebanyak 228 kasus, Muara Enim sebanyak 181 kasus dan OKUT sebanyak 70 kasus. 
Adanya perubahan lingkungan habitat Anopheles, mobilitas penduduk yang tinggi, pembukaan lahan baru dan lingkungan yang tidak sehat berpengaruh terhadap penularan malaria. Berdasarkan laporan esismal Kab/Kota, kasus malaria dapaat terpetakan terjadi di desa-desa fokus penularan dimana faktor resiko tersebut ditemukan. Kepala Desa sebagai salah satu ujung tombak pembangunan termasuk pembangunan kesehatan masayarakat desa berperan besar dalam pengendalian malaria di wilayahnya.
           Masalah tersebut tidak bisa hanya diselesaikan oleh Dinas Kesehatan, dibutuhkan kerjasama dan kontribusi berbagai sektor untuk mengurangi penularan malaria. Untuk itu perlu diadakan pertemuan lintas sektor dan lintas program dan pemanfaatan dana desa dalam pengendalian malaria di Provinsi Sumatera Selatan.

b. Kegiatan Pengendalian Malaria



Isu Strategis Percepatan Eliminasi Malaria Sumsel
Penguatan Pe 1-2-5 Harus Jelas Indigenous, Relaps, Atau Impor
Pemanfaatan Dana Dak & Dana Desa
Keterlibatan Swasta, Csr Dan Lintas Sektor
- Menghilangkan Kasus Indigenous Di Daerah Endemis Malaria
- Mencegah Kasus Impor Menjadi Kasus Indigenous (Introduce)




Tuesday 5 November 2019

Sejarah Hari Kesehatan Nasional dan Malaria





Sejarah lahirnya Hari Kesehatan Nasional yang diperingati setiap tanggal 12 November berawal dari upaya pemberantasan penyakit Malaria di Indonesia. Di era 50-an, penyakit Malaria mewabah di Indonesia. Penyakit ini menjangkiti hampir semua masyarakat di seluruh negeri. Terdapat ratusan ribu orang yang tewas akibat wabah Malaria tersebut. Akibat banyaknya korban yang jatuh, pemerintah kemudian segera mengambil tindakan dengan melakukan beragam upaya untuk membasmi Malaria.
Upaya pembasmian penyakit Malaria dimulai tepatnya pada tahun 1959 dengan dibentuknya Dinas Pembasmian Malaria oleh pemerintah. Empat tahun kemudian, yaitu pada tahun 1963, namanya kemudian diganti menjadi Komando Operasi Pembasmian Malaria yang disingkat menjadi KOPEM. Upaya pembasmian ini dilakukan oleh pemerintah dengan dibantu organisasi kesehatan dunia WHO dan USAID. Dengan dilakukan upaya pemberantasan Malaria tersebut, pemerintah berharap Malaria bisa benar-benar diberantas. 
Bentuk upaya pemberantasan penyakit Malaria sendiri dilakukan dengan menggunakan obat jenis DDT. Penyemprotan obat ini dilakukan secara massal ke rumah-rumah penduduk yang ada di pulau Jawa, Bali dan Lampung. Presiden Soekarno yang menjabat sebagai Presiden RI kala itu, melakukan penyemprotan pertama secara simbolis pada tanggal 12 November 1959, bertempat di desa Kalasan, Yogyakarta. Tanggal inilah yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Kesehatan Nasional (HKN) untuk diperingati setiap tahunnya. 
Perayaan Hari Kesehatan Nasional pada 12 November pertama kali diperingati di tahun 1959. Saat itu dilakukan penyemprotan nyamuk Malaria secara simbolis oleh Presiden Soekarno. Usai penyemprotan secara simbolis dilakukan, penyuluhan pun diberikan dengan tujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat akan bahaya penyakit Malaria dan agar mereka lebih waspada terhadapnya. Di tahun-tahun berikutnya, Hari Kesehatan Nasional (HKN) terus diperingati dengan tujuan memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan untuk masyarakat Indonesia. 

Sumber : promkes.kemenkes.go.id