Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang sedang berkembang saat ini dengan luas wilayah ± 87. 017,42 Km² yang terdiri dari daerah pegunungan dan dataran rendah / rawa-rawa. Secara administratif, propinsi Sumatera Selatan terdiri dari 11 kabupaten dan 4 kota dengan total jumlah penduduk saat ini mencapai ± 6.628.146 jiwa dengan pertumbuhan penduduk 1,5 % per tahun dengan mobilitas penduduk yang tinggi.
Adapun fasilitas kesehatan
yang dimiliki provinsi Sumatera Selatan saat ini yaitu terdiri dari 42 Rumah
Sakit, 245 Puskesmas, 928 Puskesmas Pembantu (Pustu) dan 6.257 Pos Pelayanan
Terpadu (Posyandu).
Secara geografis, lahan-lahan
di daerah Sumatera Selatan terdiri dari hutan perkebunan, pertanian /
persawahan dan perkebunan dimana banyak terdapat tempat perindukan di
persawahan dan perkebunan. Pada saat musim tanam / panen penduduk banyak yang
bermukim di lokasi pertanian dan perkebunan. Untuk saat ini, telah terdapat 6
kabupaten endemis malaria dari 15 kabupaten / kota yang ada (40%).
SITUASI MALARIA PROV. SUMSEL TAHUN 2012
Malaria adalah penyakit yang
disebabkan parasit plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Penyakit Malaria hingga kini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia, termasuk di Prov. Sumsel. Semua Kabupaten/Kota telah
melaporkan adanya kasus malaria dan hampir
80% merupakan daerah endemis malaria.
Kondisi geografis Prov. Sumsel
yang terdiri dari rawa-rawa, perkebunan dan hutan merupakan habitat alami dari
vektor nyamuk Anopheles. Berdasarkan survei vektor yang dilakukan Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2007, spesies anopheles yang menjadi
vektor malaria di Prov. Sumsel antara lain jenis An.Vagus, An.Hyrcanus dan
An.Barbirostris.
Penyakit malaria dapat menyebabkan kekurangan darah
(anemia) pada penderita , karena sel-sel
darah merah dihancurkan oleh Plasmodium. Pada ibu hamil, malaria dapat
menyebabkan gangguan pada ari-ari (placenta) dengan akibat bayi lahir mati atau
bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR). Selain itu, pada kasus malaria
berat dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah otak sehingga menimbulkan
kejang, koma, hilang kesadaran dan ingatan bahkan kematian.
Berbagai upaya telah dilakukan Dinas Kesehatan
Prov.Sumsel untuk pemberantasan malaria, mulai dari penemuan kasus, pemeriksaan
laboratorium, pengobatan dan pengendalian vektor.
Berdasarkan laporan yang didapat dari Dinas Kesehatan
Kab/Kota, terdapat tren menurun setiap tahunnya. Pada tahun 2012 jumlah kasus
malaria klinis mencapai 45720 kasus, dengan 27829 kasus telah dilakukan
pemeriksaan laboratorium dan jumlah positif malaria sebesar 4284 kasus. Jumlah kasus di tahun 2012 cenderung tinggi
dikarenakan meningkatnya upaya cakupan dan penemuan kasus malaria yang ditandai
dengan adanya laporan setiap kasus malaria yang terdapat di Puskesmas dan
Dinkes Kab/Kota.
Berdasarkan Kepmenkes Nomor 293/MENKES/SK/IV/2009
tentang Eliminasi Malaria, Prov.Sumsel sudah mencapai Tahap Pemberantasan dan
menuju Tahap Pra Eliminasi dengan situasi yang dicapai meliputi :
- Belum semua unit pelayanan kesehatan mampu memeriksa kasus secara laboratorium/ RDT.
- Adanya peningkatan kualitas dan cakupan upaya pengendalian malaria (surveilans, penemuan dan pengobatan, pemberantasan vektor) untuk mencapai API <1/1000 penduduk berisiko.
- Adanya keterlibatan pemerintah, pemerintah daerah, swasta, lembaga internasional dan lainnya.
Salah satu yang menjadi indikator capaian program
pemberantasan malaria yaitu nilai Annual
Paracite Incidence (API). Pada tahun 2012 target capaian nilai API yaitu
sebesar < 1,25 per 1000 penduduk.
Pada tahun 2012, nilai API
Prov.Sumsel sebesar 0,62 per 1000 penduduk, nilai ini sudah mencapai target
yang ditentukan yaitu <1,25 per 1000 penduduk.
Beberapa Kab/Kota yang
mempunyai nilai API tertinggi antara lain Kab. Lahat sebesar 4,69/1000
penduduk, Kota Lubuk Linggau dengan API 2,68/1000 penduduk, Kab. Musi Rawas
sebesar 1,13/1000 penduduk dan Kab.
Muara Enim sebesar 0,83/1000 penduduk.
Hal ini berkaitan dengan
kesamaan kondisi geografis di Kab/Kota tersebut yang terdiri dari hutan,
perkebunan, perairan dan areal pertambangan batubara yang memungkinkan menjadi
tempat perindukan potensial bagi nyamuk Anopheles.
Grafik dan tabel di atas menunjukkan
terdapat peningkatan nilai API pada tahun 2012. Hal ini dikarenakan cakupan
dan penemuan kasus malaria serta pelaporan yang semakin baik. Jumlah kasus
malaria yang valid sangat membantu dalam perencanaan program pemberantasan
selanjutnya. Jika dilihat dari nilai API, maka Provinsi Sumatera Selatan
termasuk dalam kategori Low Case
Incidence (LCI) pada tahun 2012.
Tabel. 1
DATA CARA PEMERIKSAAN MALARIA KAB/KOTA SE-SUMSEL
|
||||
TAHUN 2012
|
||||
No
|
Kab/Kota
|
Tanpa Pemeriksaan
|
Mikroskop
|
RDT
|
1
|
OKU
|
0
|
1125
|
2326
|
2
|
OKI
|
1360
|
106
|
0
|
3
|
MUBA
|
5
|
2779
|
2383
|
4
|
MURA
|
1464
|
2620
|
2666
|
5
|
M.ENIM
|
0
|
4161
|
5551
|
6
|
LAHAT
|
4353
|
2979
|
0
|
7
|
PALEMBANG
|
0
|
0
|
0
|
8
|
PAGAR ALAM
|
3
|
0
|
0
|
9
|
PRABUMULIH
|
0
|
0
|
0
|
10
|
LUBUK LINGGAU
|
1734
|
295
|
19
|
11
|
BANYUASIN
|
2449
|
0
|
0
|
12
|
OKU TIMUR
|
1636
|
232
|
0
|
13
|
OKU SELATAN
|
2897
|
94
|
0
|
14
|
OGAN ILIR
|
14
|
6
|
0
|
15
|
EMPAT LAWANG
|
766
|
0
|
487
|
TOTAL
|
16681
|
14397
|
13432
|
Salah satu kendala dalam penegakan
diagnosis malaria, yaitu belum semua Kab/Kota melakukan pemeriksaan malaria
secara mikroskopis atau dengan Rapid Test Malaria (RDT). Sebagian masih
menegakkan diagnosis secara klinis, sedangkan saat ini yang menjadi indikator
adalah nilai API/ malaria positif dengan konfirmasi laboratorium (mikroskopis).
Pada tahun 2012 ini, Dinas Kesehatan Prov.Sumsel telah menganggarkan dana dalam
pengadaan RDT yang dibagikan ke seluruh Kab/Kota endemis malaria, terutama di
Puskesmas yang belum memiliki mikroskop dan tenaga analis kesehatan.
Berdasarkan tabel di atas, dapat
diketahui baru sekitar 60% dari seluruh diagnosa kasus malaria yang telah
dikonfirmasi laboratoium dan RDT. Pada tahun 2012, Kab.OKU dan Muara Enim telah
melakukan pemeriksaan mikroskopis untuk semua kasus malaria, sedangkan untuk
Kab/Kota yang lain belum semua terkonfirmasi laboratorium. Hal ini disebabkan
karena tidak adanya tenaga analis kesehatan di Kab/Kota atau kurangnya
keterampilan tenaga analis kesehatan di Puskesmas dalam pemeriksaan parasit
malaria. Selain itu, sebagian Kab/Kota belum menganggarkan dana dalam
pengendalian malaria, terutama dalam pengadaan RDT malaria.
Jika dilihat dari data di atas, jenis
kelamin tidak terlalu signifikan pengaruhnya terhadap kasus malaria khususnya
di daerah endemis malaria, namun hal ini dapat ditegaskan jika sistem pelaporan
menunjukkan jumlah penduduk antara laki-laki dan perempuan. Perbandingan
persentase antara penderita laki-laki dan perempuan adalah 56:44. Jika dilihat dari aktivitas keseharian, kasus
malaria pada laki-laki lebih besar dikarenakan laki-laki mobilitasnya lebih
tinggi dibandingkan perempuan, terutama pekerja perkebunan dan pertambangan
yang terkadang harus bekerja hingga malam hari.
Kasus malaria banyak terjadi pada
penduduk berusia produktif ( ≥15 )
berjumlah 2517 orang pada tahun 2012, dimana penduduk pada usia ini lebih pada
aktifitas baik pada siang atau malam hari, sehingga resiko kontak dengan vektor
malaria lebih besar. Selain itu, penderita balita (1-4 tahun) sebanyak 419
orang dan anak (5-9 tahun) sebesar 551
orang termasuk jumlah yang relatif cukup besar dan butuh perhatian khusus,
mengingat penyakit malaria dapat
mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak-anak.
Selain itu, terdapat 84 ibu hamil yang
menderita malaria tertinggi di Kab.Musi Rawas sejumlah 43 orang. Hal ini perlu
diwaspadai karena 80% kematian akibat malaria terjadi pada ibu hamil dan bayi.
Untuk itu perlu dilakukan program
pemberantasan malaria secara terpadu dan terus menerus dengan melibatkan lintas
sektor dan lintas program, serta peningkatan peran serta aktif Pemerintah Kab/ Kota
setempat. Diharapkan dengan dukungan penuh Pemerintah serta peran serta aktif
masyarakat, program eliminasi malaria di Provinsi Sumatera Selatan dapat
tercapai pada tahun 2020.